Sunday 11 December 2016

Mengenal Uji Toleransi Latihan Fisik Atau Uji Stres Pada Pemeriksaan Jantung

Uji stres atau uji toleransi latihan fisik merupakan metode noninvasif untuk menilai keberadaan dan tingkat keparahan penyakit arteri koroner. Dimana uji stres atau uji toleransi ini merupakan salah satu prosedur skrining terbaik yang ada, walaupun pemeriksaan ini tetap ada kekurangannya yakni sering memberikan hasil positif palsu dan negatif palsu.
Uji stres ini biasanya dilakukan dengan cara meminta pasien berjalan di atas treadmill; sepeda stasioner juga efektif digunakan. Di badan pasien akan dipasangi elektrode  yang terpasang dengan monitor EKG. Disana akan terekam irama jantung terus menerus  selama tes berlangsung.

Biasanya uji stres ini diberikan kecepatan dan sudut kemiringan treadmil yang terus bertambah sampai pasien: 1. Tidak dapat melanjutkan uji toleransi latihan fisik ini, 2. Tercapainya frekwensi jantung maksimal pasien, 3. Ditemukan perubahan signifikan pada EKG yang memaksa pemeriksa menghentikan uji stres pada pasien.

Sebenarnya pemeriksaan uji stres ini untuk membuktikan  keberadaan dan tingkat keparahan penyakit arteri koroner. Diharapkan dengan peningkatan tahap latihan fisik akan dapat terlihat keberadaan penyakit ini. Yang mana akan jarang terlihat ketika pasien dalam keadaan istirahat maupun tenang.
Dimana uji latihan fisik atau uji stres ini dapat meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah sistolik pasien secara aman dan bertahap. Sehingga parameter yang baik bagi komsumsi oksigen di miokardium.
Pada uji penyakit arteri koroner yang hasilnya positif, EKG (rekam jantung) akan menyingkap adanya depresi segmen ST (Tanda adanya kelainan pada jantung). Perubahan gelombang T sangat tidak spesifik dalam keadaan ini.
Dimana semakin cepat depresi segmen ST muncul dalam uji ini, terutama jika perubahan tersebut menetap selama beberapa menit sampai pada periode pemulihan, semakin besar kemungkinan adanya penyakit arteri koroner, dan semakin besar pula kemungkinan bahwa arteri koronaria sinistra atau beberapa arteri koroner terlibat. Dan yang patut diwaspadai dalam uji stres ini adalah munculnya gejala dan menurunnya tekanan darah yang merupakan uji stres ini harus dihentikan karena berbahaya buat pasien.
Tapi jika hasil uji stres menyatakan negatif pada seseorang bukan berarti seseorang tersebut bebas dari penyakit arteri koroner. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan adanya kelainan atau penyakit di arteri koroner.
Berikut beberapa indikasi dilakukannya uji stres atau uji toleransi latihan fisik:
1.  Seseorang yang sering mengeluh nyeri dada akan tetapi memiliki hasil EKG atau rekam jantung yang normal.
2.  Evaluasi pasien yang baru mengalami serangan (infark) untuk menilai prognosisnya dan untuk keperluan uji invasif lebih lanjut, seperti pemasangan kateterisasi jantung
3.  Evaluasi umum individu yang berusia di atas 40 tahun dengan faktor resiko penyakit arteri koroner.
Sedangkan seseorang yang dikontraindikasi pemeriksaan uji stres atau uji toleransi latihan fisik, yaitu: setiap penyakit sistemik akut, stenosis aorta berat, gagal jantung kongestif (CHF) yang tidak terkontrol, hipertensi berat, angina (nyeri dada) pada saat istirahat, dan adanya aritmia (irama jantung yang tidak teratur) yang signifikan.

No comments:

Post a Comment